infeksi nosokomial

. Jumat, 21 November 2008
0 komentar


BERITA - penyakit.infogue.com - JAKARTA, RABU - Untuk menjamin keselamatan pasien di rumah sakit, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan PT MRK Diagnostic meluncurkan program NICE (No Infection Campaign and Education). Program ini dirancang untuk mengubah perilaku petugas kesehatan di seratus rumah sakit selama Juni 2008 sampai Oktober 2009.

Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Farid W Husain, pada peluncuran program NICE sekaligus seminar yang diikuti sekitar 150 peserta dari Depkes, berbagai rumah sakit dan laboratorium klinik , Rabu (4/6), di Hotel Four Season, Jakarta, menyambut baik program NICE yang bertujuan memberi informasi dan kesadaran bagi semua staf di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain tentang bahaya dan risiko infeksi yang didapat di RS sekaligus untuk memperoleh data kejadiannya di RS.

Infeksi yang diperoleh saat berada di rumah sakit (Health Care Associat ed Infection atau HAI) merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Meski sejumlah kejadian infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien, namun menyebabkan pasien dirawat lebih lama. Hal ini mengakibatkan pasien harus membayar lebih mahal, ujar Farid.

Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Saat ini, infeksi nosokomial di rumah sakit di seluruh dunia lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap.

Sejauh ini, Depkes telah memiliki program patient safety (keselamatan pasien). Salah satu pilar menuju keselamatan pasien adalah revitalisasi program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPI RS). Melalui program ini, diharapkan infeksi nosokomial (infeksi yan g didapat dan atau timbul pada waktu pasien dirawat di rumah sakit), dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat menerima pelayanan kesehatan secara optimal.

Depkes juga memiliki kebijakan nasional dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270 Tahun 2007 mengenai pedoman manajerial PPI di RS dan fasilitas pelayanan kesehatan lain, serta Keputusan Menkes Nomor 381 Tahun 2007 tentang pedoman PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain. Ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk memberi layanan bermutu pada masyarakat agar tiap rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain dapat menjalankan program pencegahan dan pengendalian infeksi, katanya. (EVY)

Read More......

infeksi nosokomial

.
0 komentar



Pencegahan infeksi di ICU

Melakukan perawatan pada pasien sakit berat menjadi lebih komplek yang disebabkan oleh :

* kemampuan perawatan khusus yang meningkat sehingga dimungkinkan tindakan yang agresif pada pengobatan dan pembedahan.
* tindakan bedah yang lebih banyak menggunakan alat dalam terapi dan monitoring dibandingkan masa lalu.
* penggunaan obat - obatan yang yang dapat menurunkan kekebalan tubuh pada pasien kanker dan tranplantasi.

infeksi nosokomial menjadi penyebab kematian utama di kebanyakan unit perawatan khusus. Dibeberapa negara Eropa dan Amerika,infeksi nosokomial berkisar 1% sedangkan di beberapa tempat di Asia, Amerika Latin, dan Sub- Sahara Afrika mencapai 4%.

Survey yang dilakukan oleh WHO pada tahun 1987 di Eropa, Mediterania timur, Asia Tenggara,dan Pasifik Barat, ditemukan 8,7% dari seluruh pasien dirumah sakit menderita infeksi nosokomial. akibatnya 1,4 jt pasien di dunia terkena infeksi yang didapat di rumah sakit.

Angka kejadian ini belum mencerminkan keadaan saat sekarang, hal ini disebabkan pandemik HIV/AIDS baru saja di mulai. Adakalanya kita lupa apa itu Infeksi Nosokomial, disini dapat dijelaskan bahwa infeksi nosokomial merupakan infeksi yang di dapat selama pasien dirawat dirumah sakit.

kriteria infeksi yang didapat di rumah sakit :

* pada waktumasuk rumah sakit tidak terdapat tanda - tanda klinik adanya infeksi tersebut.
* pada waktu penderita di rawat di rumah sakit tidak dalam masa inkubasi kuman penyebab infeksi sebelumnya.
* sekurang - kurangnya 3 x 24 jam tanda infeksi tersebut baru muncul.
* infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

dampak dari infeksi nosokomial adalah cost yang sangat mahal yang harus dipikul oleh pasien, ini disebabkan bakteri yang telah beresistensi ganda dan tidak beresponsif terhadap pengobatan biasa. pada beberapa kasus akan menyebabkan kondisi kecacatan sehingga menurunkan kualitas hidup, dinegara berkembang biaya yang akan di dukung oleh asuransi kesehatan juga akan berkurang pada pasien yang lama perawatannya disebabkan oleh infeksi nosokomial.

pencegahan infeksi nosokomial

sebagian infeksi ini seharusnya dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia dan mematuhi protokol yang telah dibuat oleh masing - masing institusi, seperti :

* mentaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan ,terutama kebersihan tangan serta memakai sarung tangan. pencegahan seperti ini yang sering terlupakan oleh perawat dan profesi lainnya. biasanya mereka mencuci tangan setelah menyentuh pasien dan sering lupa mencuci tangan sebelum ke pasien.
* memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermamfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan & benda kotor, di ikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi tingkat tinggi.
* selalu memperhatikan tehnik asepsis sewaktu melakukan tindakan yang bersifat invasif seperti : Suction endotracheal, melakukan penyuntikan obat - obat pada akes perifer maupun vena central, pemasangan kateter urin,dll.

seandainya infeksi nosokomial dapat dicegah dan diturunkan ini merupakan keuntungan yang sangat besar pada pasien karena pasien tidak perlu membeli antibiotik yang mahal harganya. Dipihak rumah sakit, dapat menghemat dana operasional atau dialihkan ketempat yang lebih membutuhkannya.

Read More......

penyakit jantung

.
0 komentar



Jantung merupakan organ yang penting bagi kehidupan manusia. Dalam semenit jantung dapat berdenyut sebanyak delapan puluh kali dan sepanjang hidup kita jantung akan terus bekerja tanpa henti. Istirahat bagi jantung hanya diantara sela sela denyutnya saja. Dalam semenit jantung dapat bekerja memompa 2 liter darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke seluruh organ penting tubuh seperti otak, paru-paru, hati, ginjal dan masih banyak lagi.

Jantung diperdarahi sendiri oleh dua pembuluh nadi utama. Pembuluh nadi yang memperdarahi jantung disebut pembuluh darah koroner.jika terjadi penyempitan dan atau sumbatan pada pembuluh koroner akan mengakibatkan gangguan pada fungsi jantung. Hal inilah yang disebut sebagai penyakit jantung koroner (PJK).

Penyakit Jantung Koroner terutama disebabkan oleh proses aterosklerosis* yang merupakan suatu kelainan degeneratif, meskipun dipengaruhi oleh banyak faktor. Karena kelainan degeneratif, maka dengan usia harapan hidup Indonesia yang makin bertambah, jelas bahwa insidensinya akan makin meningkat. Selain itu seringnya ia menyebabkan kematian mendadak dan menyerang usia produktif maka PJK menjadi suatu penyakit yang penting.

Menurut survey kesehatan rumah tangga(SKRT) tahun 1992 penyakit jantung telah menjadi penyebab kematian no 1 di Indonesia. Hal ini menunjukan perkembangan yang signifikan dimana pada SKRT 1972 penyakit jantung masih menempati urutan ke11 dan SKRT 1986 sudah menduduki urutan ke 3.1

Selain faktor kependudukan yang mempengaruhi meningkatnya penyakit jantung dan pembuluh darah juga adalah faktor berubahnya masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Hal ini terutama terlihat di kota-kota besar dimana tingkat stres meninggi berubahnya kebiasaan hidup seperti kurang gerak serta berubahnya pola makan ke arah konsumsi tinggi lemak, kebiasaan merokok dll.

Apabila tidak terdeteksi dini dan ditangani secepatnya, penyakit jantung koroner dapat berakhir dengan kematian atau kecacatan tubuh. Hal ini jelas merupakan suatu hal yang merugikan. Oleh karena itu penulis mengajak pembaca untuk dapat mengenal gejala awal penyakit jantung koroner sehingga dapat memeriksakan diri dan mendapat pengobatan secara dini serta mencegah berlanjutnya penyakit menjadi lebih parah.

Gejala awal penyakit jantung koroner dapat saja ringan seperti Dispneu (nyeri saat bernafas), nyeri dada, pingsan, berdebar debar, letih, sianosis.2 Jika kerusakan pada jantung masih sangat minimal maka sering juga tidak ada gejala sama sekali. Maka dalam hal ini diperlukan pemeriksaan labolaterium yang telitiagar dapat mendeteksi lebih dini dan akurat.

Dispneu merupakan perasaan nyeri atau tidak enak saat bernafas normal. Dispneu harus dibedakan dari sesak nafas. Pada sesak nafas penyebabnya adalah menyempitnya bronkus dan trakhea (saluran udara dalam paru-paru) sehinggga menyulitkan penderita unutk bernafas. Sedangkan pada dispneu tidak ada hambatan pada aliran nafas hanya saja saat menarik nafas dada akan terasa sakit. Hal ini disebabkan pada saat menarik nafas tekanan udara dalam dada meninggi sehingga menekan pembuluh koroner.

Normalnya pada pembuluh koroner yang tidak mengalami penyempitan aliran darah tetap lancar namun pada pembuluh koroner yang telah mengalami penyempitan, aliran darah yang membawa oksigen ke jantung terganggu dan rasa sakit merupakan manifestasi dari kerusakan otot jantung yang kekurangan oksigen.

Rasa nyeri dada pada PJK khas, dimana dada dirasa seperti ditusuk tusuk dan seringkali nyerinya dapat merambat dari dada naik ke bahu sampai ke lengan kanan atas. Keadaan ini disebut sebagai nyeri alih. Hal ini dikarenakan daerah ini dipersarafi oleh serabut saraf yang sama. Pada umumnya nyeri dada mulai terasa bila penyempitan pembuluh darah telah lebih dari 50%.3

Read More......

infeksi nosokomial

.
0 komentar



INFEKSI NOSOKOMIAL

Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di Rumah Sakit. Bagi pasien yang dirawat di Rumah Sakit ini merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung terhadap kematian pasien. Beberapa kejadian Infeksi Nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di Rumah Sakit.


Penyebab Infeksi Nosokomial akan menjadi kuman yang berada dilingkungan Rumah Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman Endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkaan bahwa kejadian Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang secara potensial dapat dicegah atau sebaliknya dapat juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah.


Untuk menunjang hal tersebut diatas pelaporan Infeksi Nosokomial dari RS sangat dibutuhkan untuk mengetahui & memperoleh data-data tentang Infeksi Nosokomial, mengingat keadaan tersebut memerlukan penanganan. Dari hasil pengolahan data Infeksi Nosokomial RS yang sudah melapor, dapat disajikan pada Tabel 4.6.1.

Pada Tabel 4.6.1 dapat dilihat bahwa jumlah Infeksi Nosokomial pada tahun 2004 terdapat di Rumah Sakit Umum lebih tinggi dibanding dengan Rumah Sakit Khusus,hal ini disebabkan karena jumlah pasien yang beresiko juga lebih tinggi, yaitu 2.590 pasien dari 282.388 pasien beresiko (93,4%),sedangkan di Rumah Sakit Khusus jumlah Infeksi Nosokomial 182 pasien dari 18.470 pasien beresiko (6,6%).

Pada Tabel 4.6.2 terlihat bahwa prosentase Infeksi Nosokomial yang tertinggi pada tahun 2004 terdapat di Propinsi Lampung dengan jumlah 150 pasien dari jumlah pasien yang beresiko 3.512 (4,3%) sedangkan di Propinsi Sumatera Selatan Infeksi Nosokomial tidak ada (0%) pasien dari jumlah pasien yang beresiko 5.013 (0%).

Pada Tabel 4.6.3 terlihat bahwa prosentase Infeksi Nosokomial yang tertinggi pada tahun 2004 adalah Phlebitis dengan jumlah 2.168 pasien dari jumlah pasien yang beresiko 124.733 (1,7%) sedangkan jenis lain-lain Infeksi Nosokomial tidak ada (0%) meskipun jumlah pasien beresiko cukup tinggi yaitu 5.765 (0%).

Dari Tabel 4.6.4 terlihat bahwa Infeksi Nosokomial yang tertinggi pada tahun 2004 terdapat pada Rumah Sakit Depkes Pemda dengan jumlah 1.527 pasien dari jumlah pasien beresiko 160.417 ( 55.1% ), pada Rumah Sakit Swasta jumlah Infeksi Nosokomial 991 Pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047 (35.8%), pada Rumah Sakit ABRI jumlah Infeksi Nosokomial 254 pasien dari jumlah pasien beresiko 1.672 (9.1%) sedangkan pada Rumah Sakit Departemen Lain Infeksi Nosokomial tidak ada (0%) meskipun pasien beresiko cukup tinggi yaitu 8.722.

Dari Tabel 4.6.5 dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 Infeksi Nosokomial tertinggi terdapat di RS Umum sama dengan yang terdapat di Rumah Sakit Khusus yaitu dengan jenis lain (yang tidak terdapat di form) dengan jumlah 2.105 pasien dari 121.356 pasien beresiko (1.7%), sedangkan di Rumah Sakit Khusus terdapat infeksi nosokomial sejumlah 63 pasien dari 3.377 pasien yang beresiko (1.9%).

Read More......

surveilance kesmas

.
0 komentar


kesehatan Masyarakat

Ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran pencegahan

Kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang adekuat untuk menjaga kesehatannya.

Definisi ini mengandung aspek kedokteran pencegahan yang menyangkut praktek dokter yang berkaitan dengan individu/perorangan, dan petugas kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan sekelompok individu atau masyarakat.

Dari definisi ini dikembangkan pengertian kedokteran pencegahan/preventive medicine. Kedokteran pencegahan adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental dan efisiensi, untuk berbagai kelompok dan masyarakat oleh petugas kesehatan masyarakat, untuk perorangan dan keluarga oleh dokter umum dan dokter gigi melalui proses kegiatan perorangan dan masyarakat.

Dalam perkembangan selanjutnya untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit di kenal tiga tahap pencegahan:
Pencegahan primer: promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (specific protection).
Pencegahan sekunder: diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan cacat (disability limitation)
Pencegahan tersier: rehabilitasi.

Pencegahan primer dilakukan pada masa individu belum menderita sakit, upaya yang dilakukan ialah:
Promosi kesehatan/health promotion yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.
Perlindungan khusus (specific protection): upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik dan untuk menanggulangi stress dan lain-lain.

Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit
Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), tujuan utama dari tindakan ini ialah 1) mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan 2) untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
Pembatasan cacat (disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.

Pencegahan tersier
Rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.

Adapun skema dari ketiga upaya pencegahan itu dapat di lihat pada gambar dua. Pada gambar dua proses perjalanan penyakit dibedakan atas a) fase sebelum orang sakit: yang ditandai dengan adanya keseimbangan antara agen (kuman penyakit, bahan berbahaya), host/tubuh orang dan lingkungan dan b) fase orang mulai sakit: yang akhirnya sembuh atau mati.

Gambar dua: Tingkat pencegahan penyakit (sumber: Leavel and clark, 1958)

Promosi kesehatan dilakukan melalui intervensi pada host/tubuh orang misalnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes, atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotika untuk membunuh kuman.

Perlindungan khusus dilakukan melalui tindakan tertentu misalnya imunisasi atau proteksi pada bahan industri berbahaya dan bising . Melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptik sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk mencegah penyakit diare.

Diagnosa dini dilakukan melalui proses skrining seperti misalnya skrining kanker payudara, kanker rahim, adanya penyakit-penyakit tertentu pada masa kehamilan, sehingga pengobatan dapat dilakukan saat dini dan akibat buruknya dapat dicegah.

Kadang-kadang batas dari ketiga tahap pencegahan itu tidak jelas sehingga ada kegiatan yang tumpang tindih dapat digolongkan pada perlindungan khusus akan tetapi juga dapat digolongkan pada diagnosa dini dan pengobatan segera misalnya pengobatan lesi prekanker pada rahim dapat termasuk pengobatan dini dapat juga perlindungan khusus.

Selain upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier yang dikalangan dokter dan praktisi kesehatan masyarakat dikenal sebagai lima tingkat pencegahan, juga dikenal empat tahapan kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat, empat tahapan itu (Rossenberg, Mercy and Annest, 1998) ialah:
Apa masalahnya (surveillance). Identifikasi masalah, apa masalahnya, kapan terjadinya, dimana, siapa penderitanya, bagaimana terjadinya, kapan hal itu terjadi apakah ada kaitannya dengan musim atau periode tertentu.
Mengapa hal itu terjadi (Identifikasi faktor resiko). Mengapa hal itu lebih mudah terjadi pada orang tertentu, faktor apa yang meningkatkan kejadian (faktor resiko) dan faktor apa yang menurunkan kejadian (faktor protektif).
Apa yang berhasil dilakukan (evaluasi intervensi). Atas dasar kedua langkah terdahulu, dapat di rancang upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah, menanggulangi dengan segera penderita dan melakukan upaya penyembuhan dan pendampingan untuk menolong korban dan menilai keberhasilan tindakan itu dalam mencegah dan menanggulangi masalah.
Bagaimana memperluas intervensi yang efektif itu (implementasi dalam skala besar). Setelah diketahui intervensi yang efektif, tindakan selanjutnya bagaimana melaksanakan intervensi itu di pelbagai tempat dan setting dan mengembangkan sumber daya untuk melaksanakannya.

Gambar 3. Empat tahapan kegiatan kesehatan masyarakat

Masalah Response

Sumber: Rossenberg, Mercy and Annest, 1998

Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran pencegahan juga mengalami perkembangan. Beberapa perkembangan ilmu kesehatan masyarakat pada dekade terakhir ini (Wallace, 1998) ialah:

1) Peningkatan praktek manajemen pada pencegahan dan pelayanan kesehatan.

Ini ditandai dengan perhatian ahli kesehatan masyarakat pada standar pelayanan yang memperhatikan teknik peningkatan kualitas, pengukuran hasil/output dan outcome/dampak kegiatan kesehatan masyarakat.

2) Perluasan definisi dari populasi dan kelompok.

Pada umumnya populasi/penduduk yang merupakan target dari sasaran program kesehatan masyarakat, biasa di definisikan dalam bentuk wilayah geografis Pada saat ini definisi itu tidak hanya menyangkut geografis/wilayah akan tetapi juga menyangkut administratif atau kelompok misalnya pekerja, pemulung, profesional muda dan lain-lain. Akibatnya terbuka kesempatan yang luas untuk melakukan kemitraan antara pelbagai organisasi kesehatan masyarakat pemerintah maupun swasta. Dalam melakukan kegiatan kesehatan masyarakat dipelbagai setting.

3) Peningkatan dan penajaman definisi dan pengukuran status kesehatan.

Sepuluh tahun terakhir ini terjadi perkembangan yang pesat tentang cara mengukur kualitas kehidupan (Quality of Life) sebagai salah satu ukuran kesehatan, ukuran itu antara lain DALY (Disability Adjusted Life Year) yang mengukur beban penyakit yang dinyatakan dalam bentuk tahun kehidupan yang hilang karena kematian dan tahun kehidupan dengan cacat yang dikaitkan dengan derajad cacat yang di derita. Satu DALY adalah hilangnya satu tahun kehidupan yang sehat. Ukuran ini ikut berkontribusi terhadap pengertian akan status kesehatan dan upaya mencapai status kesehatan yang optimal. (WHO, 1999)

4) Peningkatan cara melakukan interpretasi ilmiah yang relevan terhadap program kesehatan masyarakat.

Peningkatan untuk melakukan interpretasi ilmiah atas praktek pencegahan dan penanggulangan dengan menggunakan fakta/evidence. Hal ini sejalan dengan perkembangan “evidence based-medicine“ (Kedokteran yang berdasarkan fakta, (Maynard, 1996, Sackett et al, 1996, Geyman 1998), sehingga mulai dikembangkan metode analisa yang dikenal dengan “evidence based public health“ atau kesehatan masyarakat yang berbasiskan fakta. (Kington, 1998)

5) Penekanan terhadap ukuran outcome/dampak.

Perkembangan kesehatan masyarakat berdasarkan fakta/evidence based practice mendorong lebih lanjut pada orientasi pada indikator dampak kesehatan masyarakat. Ini terutama untuk menilai dan melihat akibat dari suatu program kesehatan masyarakat, kalau pada masa lampau orientasi ditujukan pada proses/pelaksanaan dan hasil program, maka saat ini ada kecenderungan untuk menilai dampak dari program kesehatan masyarakat yang berarti memperhatikan dan mengukur secara keseluruhan keadaan masyarakat atau populasinya serta faktor faktor yang mempengaruhi secara makro.

6) Penekanan akan peran sentral dari masyarakat sebagai penentu peningkatan status kesehatan.

Kecenderungan untuk mengutamakan partisipasi aktif masyarakat dalam menetapkan tujuan upaya kesehatan masyarakat di tingkat lokal. Pendekatan ini mengutamakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi prioritas lokal untuk diatasi dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Contoh hal ini adalah pendekatan primary health care dan gerakan kota sehat yang dilakukan di pelbagai kota dan di pelbagai negara. (WHO, 1989, Harpham and Werna, 1996)

7) Aplikasi informasi kesehatan masyarakat.

Kemajuan teknologi informasi, sistem informasi dan globalisasi, mengakibatkan terjadinya peningkatan informasi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu adanya informasi yang akurat, menyeluruh dan tepat waktu merupakan faktor penting yang menjadi syarat untuk menetapkan tujuan kegiatan dan monitoring program. Informasi klinis dan kesehatan masyarakat yang acapkali saling berkaitan menjadi amat penting dan dibutuhkan dan lebih mudah diperoleh pada masa kini akan tetapi faktor kerahasiaan pribadi dan etika serta siapa yang dapat menjangkau informasi perlu mendapat perhatian. Berkaitan dengan hal itu aspek etika pelayanan dan pengumpulan informasi menjadi salah satu perhatian ahli kesehatan masyarakat. Dalam kaitan itu berkembang perhatian terhadap etika dalam kesehatan masyarakat (ethics in public health, Last, 1998, Coughlin and Beauchamp, 1996) dan informatika kesehatan masyarakat (Public Health Informatica), yang didefinisikan sebagai aplikasi ilmu pengetahuan informatika dan teknologi informasi pada praktek dan penelitian kesehatan masyarakat. (WHO, 1998, Friede and Carrol, 1998). Informatika kesehatan masyarakat berkembang amat pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informasi terutama internet dan timbulnya penyakit emerging dan re-emerging seperti misalnya wabah kolera di Bengal India yang menyebar ke kawasan Asia Selatan dan Tenggara, Penyakit mad-cow yang menyerang ternak di Inggris dan dikuatirkan menyebar keseluruh Eropa, penyakit jantung yang disebabkan coxsackie virus di Sarawak dan penyakit lainnya yang dikuatirkan dengan cepat menular ke bagian lain di dunia, karena transportasi dan perpindahan penduduk.
8) Perhatian akan pentingnya kesehatan internasional.

Timbulnya penyakit emerging dan re-emerging, serta dampak kesehatan dari praktek perdagangan Internasional (World Trade Organization dan GATT). Meningkatkan kesadaran akan pentingnya upaya kesehatan internasional sebab kesehatan suatu negara juga dipengaruhi kesehatan negara lain, masalah sebagai berikut ini di sadari masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya oleh badan kesehatan Internasional seperti WHO, UNICEF dan lain-lain dengan kerjasama masing-masing negara: (Frenk, 1997)
Surveillance and kontrol penyakit yang menjadi ancaman regional dan global.
Peningkatan pengembangan penelitian serta teknologi masalah kesehatan global termasuk mekanisme pertukaran informasi.
Pengembangan standar dan norma sertifikasi internasional.
Perlindungan terhadap pengungsi internasional.
Dampak perjanjian kerja sama perdagangan internasional dan pengiriman bahan berbahaya bagi lingkungan dan manusia serta dampak dari teknologi medis.

Read More......

sejarah epidemiologi

.
0 komentar



SEJARAH EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi pada mulanya diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.

Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut

Epidemiologi merupakan ilmu yang telah dikenal lewat catatan sejarah pada zaman dahulu kala dan bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua disiplin ilmu ini berkaitan satu sama lainnya. Epidemiologi dalam pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan penyakit butuh ilmu kedoteran seperti ilmu faal, biokimia, patologi, mikrobiologi dan genetika.

Perbedaan antara ilmu kedokteran dengan ilmu epidemiologi terletak pada cara penanganan masalah kesehatan. Ilmu kedokteran menekankan pada pelayanan kasus demi kasus sedangkan epidemioogi menekankan pada kelmpok individu. Oleh karena itu, selain membutuhkan ilmu kedokteran, epidemiologi juga membutuhkan disiplin lmu-ilmu lain seperti demografi, sosiologi, antropologi, geologi, lingkungan fisik, ekonomi, budaya dan statiska.

Dalam perkembangan ilmu epidemiologi sarat dengan hambatan-hambatan karena belum semua ahli bidang kedokteran setuju metode yang di gunakan pada epidemioogi. Hal ini disebabkan karena perbedaan paradigma dalam menangani masalah kesehatan antara ahli pengobatan dengan metode epidemiologi terutama pada saat berlakunya paradigma bahwa penyakit disebabkan oleh roh jahat.

Keberhasilan menembus paradigma tersebut berkat perjuangan yang gigih para ilmuwan terkenal di kala itu. Seperti sekitar 1000 SM Cina dan India telah mengenalkan variolasi, Abad ke 5 SM muncul Hipocrates yang memperkenalkan bukunya tentang air,water and places, selanjutnya Galen melengkapi dengan faktor atmosfir, faktor internal serta faktor predisposisi. Abad 14 dan 15 terjjadi karantina berbagai penyakit yang di pelopori oleh V. Fracastorius dan Sydenham, selanjutnya pada tahun 1662 John Graunt memperkenalkan ilmu biostat dengan mencatata kematian PES & data metriologi. Pada tahun 1839 William Farr mengembangkan analisis statistik, matematik dalam epidemiologi dengan mengembangkan sistem pengumpulan data rutin tentang jumlah dan penyebab kematian dibandingkan pola kematian antara orang-orang yang menikah dan tidak, dan antara pekerja yang berbeda jenis pekerjaannya di inggris. Upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan sistem pengamatan penyakit secara terus menerus dan menggunakan informasi itu untuk perencanaan dan evaluasi program telah mengangkat nama William Farr sebagai the founder of modern epidemiology.

Selanjutnya pada tahun 1848, John Snow menggunakan metode Epidemiologi dalam menjawab epidemi cholera di London, Kemudian berkembang usaha vaksinasi, analisis wabah, terakhir penggunaan metode epidemiologi pada penyakit keracunan dan kanker. Perkembangan epidemiologi surveilans setelah perang dunia II disusul perkembangan epidemiologi khusus. hal yang sama juga dilakukan Edwin Chadwik Pada tahun 1892 yaitu melakukan riset tentang masalah sanitasi di inggeris, serta Jacob henle, robert koch, Pasteur mengembangkan teori kontak penularan.

Dari tokoh-tokoh tersebut paling tidak telah meletakkan konsep epidemiologi yang masih berlaku hingga saat ini. Konsep-konsep tersebut antara lain:

1. Pengaruh lingkungan terhadap kejadian suatu penyakit

2. Penggunaan data kuantitatif dan statistik

3. Penularan penyakit

4. Eksprimen pada manusia

Di dalam perkembangan batasan epidemiologi selanjutnya mencakup sekurang-kurangnya 3 elemen, yakni :

1. Mencakup semua penyakit

Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.

1. Populasi

Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakit-penyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.

1. Pendekatan ekologi

Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari manusia dan total lingkungannya.



Referensi :

1. Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Bustan MN ( 2002 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta
3. Nasry, Nur dasar-dasar epidemiologi
4. Arsip mata kuliah FKM UNHAS 2006



Referensi kaitan

Indan Entjang ( 1979 ). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, Penerbit Alumni

Azrul Azwar ( 1999 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Aksara.

Bhisma Murti ( 2003 ). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Read More......

pengertian epidemiologi

.
0 komentar


PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI

1. PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI MENURUT ASAL KATA

Jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunai yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu EPI yang berarti PADA atau TENTANG, DEMOS yang berati PENDUDUK dan kata terakhir adalalah LOGOS yang berarti ILMU PENGETAHUAN. Jadi EPIDEMILOGI adalah ILMU YANG MEMPELAJARI TENTANG PENDUDUK.

Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah :

“Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta Determinat masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya).

Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena itu, epidemiologi telah menjangkau hal tersebut.



2. PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI MENURUT PENDAPAT PARA AHLI

Sebagai ilmu yang selalu berkembang, Epidemiologi senantiasa mengalami perkembangan pengertian dan karena itu pula mengalami modifikasi dalam batasan/definisinya. Beberapa definisi telah dikemukakan oleh para pakar epidemiologi,

beberapa diantaranya adalah :

1. Greenwood ( 1934 )

Mengatakan bahwa Epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok ( herd ) penduduk.

Kelebihannya adalah adanya penekanan pada Kelompok Penduduk yang mengarah kepada Distribusi suatu penyakit.

2. Brian Mac Mahon ( 1970 )

Epidemiology is the study of the distribution and determinants of disease frequency in man. Epidemiologi adalah Studi tentang penyebaran dan penyebab frekwensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. Di sini sudah mulai menentukan Distribusi Penyakit dan mencari Penyebab terjadinya Distribusi dari suatu penyakit.

3. Wade Hampton Frost ( 1972 )

Mendefinisikan Epidemiologi sebagai Suatu pengetahuan tentang fenomena massal ( Mass Phenomen ) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah ( Natural History ) penyakit menular.

Di sini tampak bahwa pada waktu itu perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang terjadi/mengenai masyarakat/massa.

4. Anders Ahlbom & Staffan Norel ( 1989 )

Epidemiologi adalah Ilmu Pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia.

5. Gary D. Friedman ( 1974 )

Epidemiology is the study of disease occurance in human populations.

6. Abdel R. Omran ( 1974 )

Epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya serta akibat – akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.

7. Barbara Valanis

Epidemiology is term derived from the greek languang ( epid = upon ; demos = people ; logos = science ).

8. Last ( 1988 )

Epidemiology is study of the distribution and determinants of health – related states or events in specified population and the application of this study to control of problems.

9. Elizabeth Barrett

Epidemiology is study of the distribution and causes of diseases.

10. Hirsch ( 1883 )

Epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran dari jenis – jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal

11. Judith S. Mausner ; Anita K. Bahn

Epidemiology is concerned with the extend and types of illness and injuries in groups of people and with the factors which influence their distribution.

12. Robert H. Fletcher ( 1991 )

Epidemiologi adalah disiplin riset yang membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi.

13. Lewis H. Rohf ; Beatrice J. Selwyn

Epidemiology is the description and explanation of the differences in accurence of events of medical concern in subgroup of population, where the population has been subdivided according to some characteristic believed to influence of the event.

14. Lilienfeld ( 1977 )

Epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari pengamatan suatu tingkat kesehatan populasi.

15. Moris ( 1964 )

Epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat dan sakit dari suatu penduduk.

16. Prof Nasry Noor

17. Nadjib Bustan



3. PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK

1. Aspek Akademik

Secara akademik, epidemiologi berarti Analisa data kesehatan, sosial-ekonomi, dan trend yang terjadi untuk mengindentifikasi dan menginterpretasi perubahan-perubahan kesehatan yang terjadi atau akan terjadi pada masyarakat umum atau kelompok penduduk tertentu.

2. Aspek Klinik

Ditinjau dari aspek klinik, Epidemiologi berarti Suatu usaha untuk mendeteksi secara dini perubahan insidensi atau prevalensi yang dilakukan melalui penemuan klinis atau laboratorium pada awal timbulnya penyakit baru dan awal terjadinya epidemi.

3. Aspek praktis

Secara praktis epidemiologi berarti ilmu yang ditujukan pada upaya pencegahan penyebaran penyakit yang menimpa individu, kelompok penduduk atau masyarakat umum.

4. Aspek Administrasi

Epidemiologi secara administratisi berarti suatu usaha mengetahui keadaan masyarakat di suatu wilayah atau negara agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat



4. PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI MENURUT CENTER OF DISEASE CONTROL (CDC) 2002

Adapun definisi Epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000 menyatakan bahwa EPIDEMIOLOGI adalah : “ Studi yang mempelajari Distribusi dan Determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta penerapannya untuk pengendalian masalah – masalah kesehatan “. Dari pengertian ini, jelas bahwa Epidemiologi adalah suatu Studi ; dan Studi itu adalah Riset. Kemudian apakah Riset itu…..?? Menurut Leedy (1974), Riset adalah “ a systematic quest for undiscovered truth”. ( Artinya : Pencarian sistematis terhadap kebenaran yang belum terungkap ).



5. PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI MENURUT WHO







Referensi :

1. Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Bustan MN ( 2002 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta
3. Nasry, Nur dasar-dasar epidemiologi
4. Arsip mata kuliah FKM UNHAS 2006-sekarang


Read More......

ruang lingkup epidemiologi

.
0 komentar


RUANG LINGKUP EPIDEMIOLOGI

Hal yang perlu kita perhatikan sebagai tenaga kesehatan khususnya yang memiliki basikdi bidang epidemiologi yang mengetahui apa saja ruang lingkup atau jangkauan epudemiologi, karena ruang lingkup epidemiologi semaking berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Perkembangan tersebut secara kasat mata dapa kita lihat dalam lingkup kesehatan sekarang ini. Sebagai gambara perkembangan ruang lingkup epidemiolloogi dapat di lihat sebagai berikut.

Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang dapat menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang jenis penyakit wabah, cara penularan dan penyebab serta bagaimana penanggulangan penaykait wabah tersebut. Kemudia tahap berikutnya berkembang lagi menyangkut penyakit yang infeksi non-wabah. Berlanjut lagi dengan mempelajari penyakit non infeksi seperti jantung, karsinoma, hipertensi, dll. Perkemnbang selanjutnya mulai meluas ke hal-hal yang bukan penyakit seperti fertilitas, menopouse, kecelakkaan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, merokok, hingga masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.

Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak lanjutnya.

Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan dan penyebab dari masalah tersebut dengan cara menganalisis data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan.

Di era modern dan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau ruang lingkup epidemiologi antara lain:

1. Epidemiologi Penyakit Menular

2. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

3. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi

4. Epidemiologi Kesehatan Lingkungan

5. Epidemiologi Kesehatan Kerja

6. Epidemiologi Kesehatan Darurat

7. Epidemiologi Kesehatan Jiwa

8. Epidemiologi Perencanaan

9. Epidemiologi Prilaku

10. Epidemiologi Genetik

11. Epidemiologi Gizi

12. Epidemiologi Remaja

13. Epidemiologi Demografi

14. Epidemiologi Klinik

15. Epidemiologi Kausalitas

16. Epidemiologi Pelayanan Kesehatan

17. dan sebagainya.

Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantang bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi. Apalagi dengan munculnya berbagai macam fenomena kesehatan seperti penyakit baru dan lama (prevalensi) mendorong penelitian juga semakin meningakat. Demikian juga ilmu epidemiologi digunakan dalam mempelajari asosiasi-asosiasi sebab- akibat fenomena masalah kesehatan dan penduduk



Read More......

dasar-dasar epidemiologi

.
0 komentar



A. Pengertian, definisi, peranan dan ruang lingkup epidemiologi

1. Pengertian

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu (Epi=pada, Demos=penduduk, logos = ilmu), dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat.

2. Definisi

Banyak definisi tentang Epidemiologi, beberapa diantaranya :

a. W.H. Welch

Suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan penyakit, terutama penyakit infeksi menular. Dalam perkembangannya, masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena batasan epidemiologi menjadi lebih berkembang.

b. Mausner dan Kramer

Studi tentang distribusi dan determinan dari penyakit dan kecelakaan pada populasi manusia.

c. Last

Studi tentang distribusi dan determinan tentang keadaan atau kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi tertentu dan aplikasi studi untuk menanggulangi masalah kesehatan.

d. Mac Mahon dan Pugh

Epidemiologi adalah sebagai cabang ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.

e. Omran

Epidemiologi adalah suatu studi mengenai terjadinya distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya dan akibat-akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.

f. W.H. Frost

Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, distribusi, dan jenis penyakit pada manusia menurut waktu dan tempat.

g. Azrul Azwar

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3 komponen penting yang ada dalam epidemiologi, sebagai berikut :

1) Frekuensi masalah kesehatan

2) Penyebaran masalah kesehatan

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan.

3. Peranan

Dari kemampuan epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa :

a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat.

b. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan mengambil keputusan.

c. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.

d. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.

e. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.

4. Ruang lingkup

a. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi

Epidemiologi tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah penyakit-penyakit saja, tetapi juga mencakup masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.

b. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia

Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak lanjutnya.

c. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan.

Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan dan penyebab dari masalah tersebut dengan cara menganalisis data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan.

B. Natural history of deseases

Riwayat alamiah suatu penyakit dapat digolongkan dalam 5 tahap :

1. Pre Patogenesis

Tahap ini telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit, tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.

2. Tahap inkubasi (sudah masuk Patogenesis)

Pada tahap ini biit penyakit masuk ke tubuh penjamu, tetapi gejala-gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Kolera 1-2 hari, yang bersifat menahun misalnya kanker paru, AIDS dll.

3. Tahap penyakit dini

Tahap ini mulai dihitung dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Bila penyakit segera diobati, mungkin bisa sembuh, tetapi jika tidak, bisa bertambah parah. Hal ini terganting daya tahan tubuh manusia itu sendiri, seperti gizi, istirahat dan perawatan yang baik di rumah (self care).

4. Tahap penyakit lanjut

Bila penyakit penjamu bertambah parah, karena tidak diobati/tidak tertur/tidak memperhatikan anjuran-anjuran yang diberikan pada penyakit dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu terlihat tak berdaya dan tak sanggup lagi melakukan aktifitas. Tahap ini penjamu memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif.

5. Tahap penyakit akhir

Tahap akhir dibagi menjadi 5 keadaan :

a. Sembuh sempurna (bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali berfungsi seperti keadaan sebelumnya/bebeas dari penyakit)

b. Sembuh tapi cacat ; penyakit penjamu berakhir/bebas dari penyakit, tapi kesembuhannya tak sempurna, karena terjadi cacat (fisik, mental maupun sosial) dan sangat tergantung dari serangan penyakit terhadap organ-organ tubuh penjamu.

c. Karier : pada karier perjalanan penyakit seolah terhenti, karena gejala penyakit tak tampak lagi, tetapi dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit, yang pada suatu saat bila daya tahan tubuh penjamu menurun akan dapat kembuh kembali. Keadaan ini tak hanya membahayakan penjamu sendiri, tapi dapat berbahaya terhadap orang lain/masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan penyakit (human reservoir)

d. Kronis ; pada tahap ini perjalanan penyakit tampak terhenti, tapi gejala-gejala penyakit tidak berubah. Dengan kata lain tidak bertambah berat maupun ringan. Keadaan ini penjamu masih tetap berada dalam keadaan sakit.

e. Meninggal ; Apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tak dapat diobati lagi, sehingga berhentinya perjalanan penyakit karena penjamu meninggal dunia. Keadaan ini bukanlah keadaan yang diinginkan.

C. Upaya pencegahan dan ukuran frekuensi penyakit.

Dalam kesehatan masyarakat ada 5 (lima) tingkat pencegahan penyakit menurut Leavell and Clark. Pada point 1 dan 2 dilakukan pada masa sebelum sakit dan point 3,4,5 dilakukan pada masa sakit.

1. Peningkatan kesehatan (health promotion)

a. Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)

b. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.

c. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal untuk kalangan menengah ke atas di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner.

d. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.

e. Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.

f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.

2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and specific protection)

a. Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit

b. Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal yang terkena flu burung.

c. Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja.

d. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.

e. Pengendalian sumber-sumber pencemaran.

3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment)

a. Mencari kasus sedini mungkin.

b. Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan . Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru.

c. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan.

d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

e. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)

a. Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi.

b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

c. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.

5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)

a. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.

b. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.

c. Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

d. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

Beaglehole (WHO, 1993) membagi upaya pencegahan menjadi 3 bagian : primordial prevention (pencegahan awal) yaitu pada pre patogenesis, primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health promotion dan general and specific protection , secondary prevention (pencegahan tingkat kedua) yaitu early diagnosis and prompt treatment dan tertiary prevention (pencegahan tingkat ketiga) yaitu dissability limitation.

Ukuran frekuensi penyakit menunjukkan kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada kelompok manusia/masyarakat. Artinya bila dikaitkan dengan masalah penyakit menunjukkan banyaknya kelompok masyarakat yang terserang penyakit. Untuk mengetahui frekuensi masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok orang/masyarakat dilakukan langkah-langkah :

1) Menemukan masalah kesehatan, melalui cara : penderita yang datang ke puskesmas, laporan dari masyarakat yang datang ke puskesmas.

2) Research survei kesehatan. Misal : Survei Kesehatan Rumah Tangga

3) Studi kasus. Misal : kasus penyakit pasca bencana tsunami.

D. Penelitian epidemiologi

Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :

1. Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional Study/studi potong lintang/studi prevalensi atau survei.

2. Epidemiologi analitik : terdiri dari :

a. Non eksperimental :

1) Studi kohort / follow up / incidence / longitudinal / prospektif studi. Kohort diartiakan sebagai sekelompok orang. Tujuan studi mencari akibat (penyakitnya).

2) Studi kasus kontrol/case control study/studi retrospektif. Tujuannya mencari faktor penyebab penyakit.

3) Studi ekologik. Studi ini memakai sumber ekologi sebagai bahan untuk penyelidikan secara empiris faktor resiko atau karakteristik yang berada dalam keadaan konstan di masyarakat. Misalnya, polusi udara akibat sisa pembakaran BBM yang terjadi di kota-kota besar.

b. Eksperimental. Dimana penelitian dapat melakukan manipulasi/mengontrol faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang paling baik untuk menentukan cause and effect relationship serta tes yang berhubungan dengan etiologi, kontrol, terhadap penyakit maupun untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya. Studi eksperimen dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Clinical Trial. Contoh :

a) Pemberian obat hipertensi pada orang dengan tekanan darah tinggi untuk mencegah terjadinya stroke.

b) Pemberian Tetanus Toxoid pada ibu hamil untuk menurunkan frekuensi Tetanus Neonatorum.

2) Community Trial. Contoh : Studi Pemberian zat flourida pada air minum.

Read More......

TBC

.
0 komentar


TUBERKULOSIS ( TBC atau TB )
1. Spektrum penyakit
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum. Tuberkulosis menunjukkan penyakit yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tetapi kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum.
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari suatu penyakit secara umum dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita terselubung yakni penderita tanpa gejala atau hanya disertai gejala ringan saja.dimana penyakit tidak menampakkan diri secara klinis dan sangat sedikit yang menjadi berat atau meninggal dunia. Contoh Tuberkulosis dan hepatitis A.
2. Penyakit dengan penderita yang terselubung relatif sudah kecil, sebagian besar penderita tampak secara klinis, mudah didiagnosa dan hanya sebagian kecil saja yang menjadi berat atau berakhir dengan kematian. Contoh : campak (measles) dan cacar air (chickenpox)
3. Penyakit yang menunjukkan proses kejadian yang selalu disertai gejala klinis berat dan pada umumnya berakhir dengan kelainan atau kematian bahkan sebagian besar berakhir dengan kematian. Contoh : Rabies dan tetanus pada bayi
Tuberkulosis sendiri masuk kedalam manifestasi klinik penyakit kelompok 1 dimana penderita tuberkulosis tidak mempunyai gejala menderita tuberkulosis atau hanya disertai gejala ringan saja Bentuk patogenitas tuberculosis rendah sehingga hanya sebagian kecil saja penderita yang menampakkan diri secara klinis atau tidak mempunyai gejala klinis yang nyata dan sangat sedikit yang menjadi berat atau meninggal dunia. Bentuk penyakit tuberculosis seperti bentuk gunung es (iceberg), dimana penderita yang terdeteksi hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan.
Gejala penyakit tuberkulosa ada dua yaitu gejala umum dan khusus
1. Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Sewaktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3. Model Causal Web Tuberkulosis









4. Metode Pencegahan Penyakit Tuberkulosis
a. Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host, agent dan lingkungan. Contohnya :
- Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin dengan melakukan isolasi pada penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.
- Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan tuberkulosa seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
- Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi individu, pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.
- Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan penderita karena bisa menyebabkan penularan.
- Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberkulosa definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti imunisasi BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.
b. Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya :
- Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau rifampizin.
- Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.
- diagnosa dengan tes tuberculin
- Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
- melakukan foto thorax
- Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa
c. Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanent, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehbilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis dan sosialnya.
- Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis dan berjenjang.
- Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap pengobatan.
- Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian paru-paru untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang belakang


















Read More......