Kampus Bukan Budak Industri

. Kamis, 20 November 2008
  • Agregar a Technorati
  • Agregar a Del.icio.us
  • Agregar a DiggIt!
  • Agregar a Yahoo!
  • Agregar a Google
  • Agregar a Meneame
  • Agregar a Furl
  • Agregar a Reddit
  • Agregar a Magnolia
  • Agregar a Blinklist
  • Agregar a Blogmarks



Kampus Bukan Budak Industri

Oleh :
Rijal Asep Nugroho*

Dinegri permai ini/ Berjuta rakyat bersimbah luka/
Anak kurus tak sekolah/ Pemuda desa tak kerja.
Mereka dirampas haknya/ Tergusur dan lapar/
Bunda relakan darah juang kami/ Tuk membebaskan rakyat.
( Syair lagu Darah Djoeang)
Selamat datang mahasiswa Baru (maba). Selamat bergabung dalam kampus perjuangan. Saat Gempita nanti, kawan-kawan maba pasti akan akrab dengan syair di atas. Jika ditelaah maknanya lebih dalam, mahasiswa harus sinergis dengan masyarakat, artinya perhatian dan kemampuan yang dimiliki mahasiswa harus diproyeksikan untuk membangun masyarakat.
Namun, bukan berarti kawan-kawan akan dihadapkan situasi kondusif. Justru kampus saat ini melembagakan kepentingan penindas. Kampus jadi kepanjangan tangan pemerintah yang berkepentingan mencetak tenaga kerja untuk disetor ke perusahaan. Ya, kampus jadi pabrik-pabrik buruh yang berpenampilan borju dan berdasi. Ya, kampus tidak pernah serius memperhatikan peradaban manusia dan kepentingan masyarakat pedesaan. Sekali lagi Ya, kampus hanya berorientasi menyediakan produknya untuk bekerja pada perusahaan bonafit.
Sebagian besar manusia yang dilahirkan oleh kampus melakukan pengingkaran terhadap disiplin dan etika ilmu yang telah dipelajari. Mahasiswa teknik pasti diajarkan mengenai campuran semen dan pasir serta kapur yang tepat; bukan bagaimana mencuri bahan dari masterplan yang sudah ditentukan dari sebuah bangunan.
Ini berarti kita bicara bahwa metoda pendidikan kampus haruslah lebih humanis menuju pembebasan. Tak lagi dilakukan pendekatan militeristik dengan adanya sanksi akademis pada mahasiswa yang mencoba berpikir kritis dan melakukan koreksi pada sistem. Dengan demikian sarjana yang kelak dilahirkan adalah manusia yang tidak mengingkari etika dan disiplin ilmunya demi apapun. (Campuss The Last Frontier, Seta Penyaringan)
Dapat dilihat contohnya lebih jauh, dosen-dosen teknik Udayana telah menandatangani AMDAL beberapa megaproyek yang ternyata merusak lingkungan dan tatanan sosial masyarakat di daerah tersebut. Ataupun bagaimana penentu kebijakan (Kajur, Dekanat dan Rektorat) memutuskan untuk bekerjasama dengan pihak pengusaha yang kedepannya nanti akan menciptakan kampus sebagai perseroan. Konsekuensinya, ketika pasar menuntut adanya tenaga kerja yang instan dan murah, kampus akan menghasilkan pula sarjana-sarjana instan. Kurikulum dibuat sedemikian rupa padatnya, mahasiswa dibebani tugas-tugas yang berat sehingga mahasiswa lupa akan kewajibannya untuk memikirkan keadaan masyarakat.
Jangan heran jika muncul program-program jurusan yang bertujuan agar mahasiswanya lulus secepat mungkin, apalagi adanya keinginan ego jurusan agar mahasiswanya menjadi wisudawan tercepat (ada mahasiswa teknik yang wisuda dalam waktu 3,5 tahun walaupun Tugas akhirnya amburadul dan tidak mencerminkan pemahaman keilmuan secara mendalam), tentu saja produk kampus benar-benar instan. Pertanyaannya, bagaimana kita mempertanggungjawabkan gelar kesarjanaan kita? Bagaimana mempertanggungjawabkan subsidi pendidikan yang berarti sebagian biya kuliah kita ditanggung pajak rakyat?
Yang memprihatinkan, ada juga aktifis mahasiswa yang turut melembagakan penindasan ini (baik disadari maupun tidak). Ya, sebentar lagi kawan-kawan maba akan merasakannya. Dalam penyambutan baik di tingkat universitas (Gempita), maupun Ospek Fakultas akan dijumpai penugasan-penugasan berat dengan alasan untuk persiapan waktu kuliah nantinya, sebab saat kuliah pasti diberikan tugas-tugas berat dan harus diselesaikan dengan cepat.
Banyak yang harus dirombak dalam sistem pendidikan. Jadikanlah kampus sebagai lembaga pembebasan, bukanya penjara intelektual. Mahasiswa harus mengawasi jalannya proses pendidikan. Ini mutlak, tak ada alternatif lain. Dan ini harus direbut. Rebutlah!!!!!!

Welcome to the real war….still alive….still survive….

* Anggota litbang Himpunan Mahasiswa Elektro Udayana 2001/2001

0 komentar: