MENUJU PERGURUAN TINGGI MASA MENDATANG *)

. Kamis, 20 November 2008
  • Agregar a Technorati
  • Agregar a Del.icio.us
  • Agregar a DiggIt!
  • Agregar a Yahoo!
  • Agregar a Google
  • Agregar a Meneame
  • Agregar a Furl
  • Agregar a Reddit
  • Agregar a Magnolia
  • Agregar a Blinklist
  • Agregar a Blogmarks


MENUJU PERGURUAN TINGGI MASA MENDATANG *)
(sebagai Badan Hukum milik Negara)
Oleh:
Soeparna
Ridwan Saidi
[ Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departmen Pendidikan Nasional - RI ]

PENDAHULUAN
Bersamaan dengan berakhirnya abad ke-20, nagara di kawasan Asia, termasuk Indonesia dilanda krisis ekonomi yang cukup berat, bahkan di Indonesia kemudian meluas menjadi krisis politik, sosial dan budaya. Memasuki milinium ke tiga, negara kita juga mengala mi suatu proses transisi menuju ke arah terbentuknya masyarakat madani yang lebih demokratis, yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Penerapan nilai-nilai universal yang diakui oleh masyarakat global merupakan salah satu prasyarat untuk dapat bersa ing dalam masyarakat dunia yang semakin hari terasa semakin sempit.
Berbagai krisis yang saat ini sedang melanda negeri kita menyebabkan semakin tipisnya kepercayaan masyarakat, baik terhadap lembaga-lembaga formal, pemerintah, maupun antar kelompok dalam masyarakat sendiri. Oleh karena itu proses transisi menuju masyarak at madani yang lebih demokratis memerlukan mitra terpercaya yang mampu berperan sebagai suatu kekuatan moral (moral force). Perguruan Tinggi Negeri diharapkan akan mampu memerankan peran tersebut apabila beberapa persyaratan yang diperlukan dapat d ipenuhi.
Upaya memposisikan Perguruan Tinggi Negeri sebagai kekuatan moral (moral force) sehingga dapat lebih berperan dalam proses pembangunan masyarakat madani yang lebih demokratis, dan mampu bersaing secara global, memerlukan perubahan status hukumnya d ari keadaan sekarang. Sebagai suatu unit di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (a government service unit), Perguruan Tinggi Negeri secara hukum akan sulit memiliki otonomi pengelolaan yang lebih luas. Demikian juga akuntabilitasnya kepada m asyarakat (stakeholders) akan sulit secara utuh dimintakan kepada Perguruan Tinggi Negeri sebagai unit Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan kredibilitas hanya akan dapat diperoleh apabila kedua hal tersebut, otonomi dan akuntabilitas, secara n yata dimiliki dan diterapkan dalam penyelenggaraan perguruan tinggi negeri. Oleh karena itu Perguruan Tinggi Negeri harus diubah status hukumnya menjadi badan hukum milik negara yang mandiri.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Sebagai Badan Hukum, Pemerintah membuka kemungkinan secara selektif kepada Perguruan Tinggi Negeri yang dinilai sudah memiliki kemampuan yang mencukupi untuk dapat me mperoleh kemandirian, otonomi, dan tanggungjawab yang lebih besar untuk menyampaikan proposal usulan perubahan status hukumnya menjadi Badan Hukum Milik Negara yang independen.
Perubahan status hukum Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang independen tidak berarti menjadikan perguruan tinggi negeri sebagai badan usaha yang hanya berorientasi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya atau swastanisasi perguruan tinggi negeri, dan mengabaikan tuiuan dan misi sosialnya. Tetapi harus tetap dijaga keseimbangan antara upaya pencarian dana sebagai pendamping subsidi dari pemerintah (matching fund) untuk membiayai kegiatan pendidikan, penelitian dan p engabdian kepada masyarakat dan misi sosialnya sebagai lembaga penyelenggaraan pendidikan tinggi bagi masyarakat yang memenuhi persyaratan. Disamping itu, perubahan status hukum Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara tidak boleh secara s erta merta membebani peserta didik atau mahasiswa untuk menanggung biaya penyelenggaraan perguruan tinggi sebagai akibat dari perubahan status hukumnya menjadi lembaga yang independen.
STRUKTUR DAN PENGELOLAANNYA
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang independen tidak berarti Pemerintah akan melepaskan tanggung jawab konstitusinya untuk tetap membiayai penyelenggaraan pendidikan tinggi, apapun bentuk hukum Perguruan Ti nggi Negeri. Otonomi dan akuntabilitas Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara harus mencerminkan keseimbangan peran dan tanggung jawab yang harmonis antara Pemerintah dan Perguruan Tinggi Negeri dalam penyelenggaraanya. Keseimbangan pera n Pemerintah dalam menagih akuntabilitas dari perguruan tinggi, dan pemberian otonomi dan kebebasan akademik kepada perguruan tinggi sebagai badan hukum milik negara seperti dilukiskan pada gambar 1 di bawah ini;

Otonomi Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara dalam pelaksanaannya harus disertai dengan akuntabilitas yang lebih besar kepada masyarakat (stakeholders). Ruang lingkupnya adalah sebagai berikut:
Hak mahasiswa untuk belajar dan hak dosen untuk mengajar, sesuai dengan minatnya masing-masing;
Hak untuk menetapkan prioritasnya sendiri, dan melakukan penelitian ilmiah ke arah manapun tujuannya, dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai stakeholdernya;
Toleran terhadap perbedaan pendapat sebagai upaya pencarian kebenaran ilmu pengetahuan dan bebas dari campur tangan politik;
Sebagai institusi publik, melalui pendidikan dan penelitian, perguruan tinggi berkewajiban untuk mengembangkan kebebasan dasar dan keadilan, kemanusiaan, dan solidaritas, serta berkewajiban untuk saling bantu membantu, baik secara materi maupun moral, dal am konteks nasional dan internasional;
Berkewajiban untuk menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
Menghindari hegemoni intelektual; serta memiliki hak dan tanggungjawab untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara mandiri untuk mendukung kegiatannya.
Prilaku manajemen dalam pengelolaan Perguruan Tinggi berdasarkan PP 60 tahun 1999 akan sangat berbeda dengan manajemen penyelenggaraan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara yang berdasarkan PP 61 tahun 1999. Pada PTN sebagai badan hukum milik negara, Majelis Wali Amanat (The Board of Trustees) sebagai badan tertinggi dilingkungan perguruan tinggi, memiliki peran yang sangat strategis karena badan ini bertugas memilih pimpinan perguruan tinggi dan keterlibatan Pemerintah dalam pen yelenggaraan perguruan tinggi sebagai badan hukum milik negara disalurkan melalui badan ini. Kerakteristik PTN sekarang dan PTN sebagai badan hukum milik negara, adalah seperti dijabarkan dalam gambar 2 berikut:

Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) mempunyai struktur organisasinya seperti pada gambar-3 dibawah ini. Wali Amanat (the Board of Trustees) sebagai organ tertinggi perguruan tinggi yang mewakili Pemerintah dan masyarakat , akan mempunyai peran yang sangat panting mengingat badan ini bertanggung jawab dalam memilih dan mengawasi pekedaan pimpinan perguruan tinggi, dan keterlibatan Pemerintah dalam pengelolaan PTN sebagai badan hukum milik negara disalurkan melalui badan ini. Anggota Wali Amanat terdiri dari Rektor (tidak mempunyai hak suara), wakil Pemerintah, pemakai lulusan per guruan tinggi, perusahaan swasta dan industri, dosen dan masyarakat umum.
Kepemimpinan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara akan sangat berbeda dengan PTN yang ada sekarang karena mekanisme pemilihan pimpinan perguruan tinggi yang berbeda. Perguruan Tinggi sebagai BHMN terdiri unsur-unsur Majelis Waii Amanat , Dewan Audit, Senat Akademik, Pimpinan, Dosen, tenaga administrasi, pustakawan, teknisi, unsur pelaksana akademik, unsur pelaksana administrasi dan unsur penunjang (lihat gambar 3)

PROSES PERUBAHAN STATUS HUKUM
Sebagai konsekuensi logis menjadi Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara tidak hanya sekadar perubahan statusnya, tetapi yang jauh lebih penting adalah transformasi system penyelenggaraan perguruan tinggi sesuai dengan status hukum barun ya. Perlu diingat bahwa keuntungan yang didapat dari perubahan status hukum menjadi perguruan tinggi sebagai badan hukum milik negara akan sama besarnya dengan resiko yang harus ditanggung PTN yang bersangkutan sehubungan dengan perubahan statusnya.
Sekali perubahan status hukumnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), maka itu menjadi keputusan yang mengikat dalam penyelenggaraan PTN yang bersangkutan. Untuk itu perlu ada seperangkat kriteria/persyaratan yang dipergunakan dalam menentuka n kelayakan suatu PTN untuk menjadi Badan Hukum Milik Negara. Kriteria berikut ini secara umum dipergunakan dalam menentukan kelayakan 4 perguruan tinggi negeri percontohan menjadi badan hukum milik negara;
1. Kapasitas Manajemen (management capacity)
Sebagai badan hukum, penting bagi perguruan tinggi untuk memiliki kemampuan manajemen dan kapasitas perencanaan yang mencukupi. Desakan adanya akuntabilitas dan peningkatan eflsiensi, resiko yang mungkin ditemui dalam membuat berbagai keputusan, dan stand ar kualitas yang dipersyaratkan memerlukan tingkat kapasitas manajemen dan kepemimpinan yang mencukupi.
2. Kualitas (quality)
Sebagai kekuatan moral yang kredibel, mencapai kualitas yang paling tinggi menjadi sangat penting bagi PTN sebagai BHMN. Definisi dari kualitas mencakup pelaksanaan norma akademik dan nilai-nila yang berlaku pada PTN yang bersangkutan harus menjamin bahwa kepentingan kualitas tidak dikorbankan karena pettimbangan seperti keuangan, politik dan keuntungan ekonomis lainnya. Secara umum, kualitas juga mencakup relevansi yang tercermin dalam misi, tujuan dan program yang direncanakan.
3. Keberlanjutan (sustainability)
Aspek yang penting dalam keberlanjutan adalah kemampuan PTN yang bersangkutan untuk menjamin fesibilitas keuangannya. Dalam process review biasanya, sustainability tidak hanya terbatas pada keberlangsungan secara finansial, tetapi juga kepem impinan. Disamping system akunting dan pelaporan yang memenuhi persayaratan, tingkat pendapat yang bisa digali, dan tingkat subsidi dari Pemerintah, kemampuan untuk menjaga kualitas yang dipersyaratkan, adaptabilitas dan responsive terhadap perubah an lingkungan, merupakan factor yang menentukan keberlanjutan.
4. Akuntabilitas (accountability)
PTN selalu terikat dan tergantung kepada lingkungannya, sehingga system nilai, norma dan berbagai ketentuan yang mengatur komunitas sekelilingnya harus selalu menjadi pertimbangan dan acuan dalam manajemen penyelenggaraan perguruan tinggi. Oleh karena itu , otonomi yang dilaksanakan oleh suatu perguriuan tinggi harus merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan akuntabilitas. Akuntabilitas dideflnisikan sebagai kewajiban menyelenggarakan perguruan tinggi dengan menggunakan sumberdaya secara legal dan bijaksana untuk mencapai tujuan berdasarkan asas kenapa sumberdaya tersebut berada.
Prestasi yang diperoleh atas penggunaan sumberdaya tersebut dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek relevansi, efektifltas, kelayakan biaya, dan upaya secara terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki proses atau menda patkan proses yang lebih efektif, merupakan bagian dari akuntabilitas.
5. Efisiensi (eficiency)
Efisiensi didefinisikan sebagai tingkat frugalitas (frugality) dalam menggunakan sumberdaya yang dimiliki. Mengingat eflsiensi selama ini menjadi alasan dalam penyelenggaraan PTN karena keterbatasan structural sebagai unit pelayanan pemerintah, mak a efisiensi merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan kelayakan perubahan status suatu perguruan tinggi.
6. Tanggungiawab-Sosial (social responsibility)
Tujuan sosial pendidikan tinggi harus merupakan dasar dari prinsip "nirlaba" (non-profit-principle) dalam penyelenggaraan suatu perguruan tinggi. Hal ini pada gilirannya akan menjadi hambatan bagi penyelenggara perguruan tinggi yang telah be rketetapan menjalankan programnya secara komersial untuk kepentingan penyelenggara.
It is important in any market-oriented funding system for contracts to contain an appropriate component analogous to profits to fund activities of the universities" own choosing and to permit it to build up the intellectual capital for future developme nt.
Oleh karenanya, akuntabilitas termasuk justifikasi tanggungjawab social untuk nilai akademik sebagai tujuan pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi diminta menjelaskan system yang direncanakan yang menjamin bahwa prinsip tersebut di atas dapat dipertahankan s elama PT yang bersangkutan masih beroperasi.
Dalam membuat "Proposal Rencana Perubahan Status Hukum", Perguruan Tinggi Negeri harus menggunakan laporan evaluasi diri (a self-evaluation) sebagai basis perencanaan (the entity point). Evaluasi diri harus digunakan sebagai dasar dalam memb uat Rencana Strategis, Rencana dalam Priode Transisi, dan Menyusun Peraturan Pemerintah tetang PTN yang bersangkutan sebagai Badan Hukum Milik Negara. Dengan demikian, paling tidak terdapat 2 (dua) dokumen yang harus dipersiapkan oleh suatu PTN dalam meng embangkan proposal usulan perubahan status hukumnya menjadi perguruan tinggi negeri sebagai badan hukum milik negara, yaitu laporan evaluasi diri; rencana perubahan status (the Plan), meliputi rencana strategis, rencana dalam masa transisi, dan ren cana PP yang mengatur PTN sebagai badan hukum milik negara, yang bersangkutan.
Diagram pada gambar-4 di bawah ini dapat dipergunakan sebagai kerangka pikir (flow of thought) dalam mengembangkan proposal.


Petunjuk penyusunan proposal (Guidelines for Proposal Submission) yang meliputi Rencana Perubahan Status (the Plan) memuat antara lain Background, Strategic plan, Plan for the transition period, dan Draft of the University Constitution; dan Repo rt of Self-Evaluation akan dipersiapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Rincian dan format dari masing-masing dokumen tersebut di atas dijabarkan dalam petunjuk penyusunan proposal dimaksud.
MANAJEMEN SUMBERDAYA
Sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Perguruan Tinggi Negeri dapat menentukan sendiri gaya system pengelolaan (university governance) dan manajemen sumberdaya yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi yang bersangkutan. Tradisi yan g dianut oleh suatu perguruan tinggi akan sangat mempengaruhi system pengelolaan dan gaya manajemen sumberdaya yang akan dianut, apakah lebih kepada desentralisasi atau sentralisasi.
Sumberdaya Manusia. Sumberdaya manusia merupakan asset yang paling berharga bagi suatu perguruan tinggi, dan sering dianggap sebagai keunggulan kompetitif dibandingkan industri, bisnis dan sector pemerintahan. Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum M ilik Negara harus melakukan perubahan status pegawainya secara bertahap dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi pegawai universitas yang dipekedakan atas dasar kontrak.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pegawai Negeri, dimungkinkan adanya pegawai negeri tidak tetap (non-tenure tract or contract basis for civil service). Oleh karena itu, PNS (tenured employees) harus didorong menjadi pega wai tidak tetap perguruan tinggi (non-tenured university staff). PTN sebagai badan hukum milik negara bisa mendapat keuntungan mendapatkan "discretionaty fund" melalui mekanisme block grant dan memiliki wewenang yang lebih besar untuk menerapkan system penghargaan bagi pegawai yeng berprestasi dan tindakan sanksi kepada pegawai yang tidak berprestasi dengan baik.
Proyeksi perubahan status PNS menjadi pegawai perguruan tinggi seperti dilukiskan pada gambar-5 di bawah ini.

Sumberdaya Keuangan. Meskipun suatu Perguruan Tinggi Negeri telah berubah status hukumnya menjadi badan hukum milik negara, Pemerintah tetap mempunyai tanggungjawab konstitusi untuk mendukung pembiayaan penyelenggaraan perguruan tinggi tersebut. laminan P emerintah ini penting agar PTN tersebut tidak menjadikan dirinya sebagai badan usaha sebagaimana layaknya sebuah perusahaan yang hanya berorientasi bisnis semata.
Subsidi Pemerintah (Government appropriation) kepada PTN sebagai BHMN akan dibatasi hanya untuk membiayai kegiatan rutin (recurrent budget), dan dialokasikan melalui mekanisme block grantatau hibah. Jumlah grant akan ditentukan berda sarkan keluaran atau jumlah lulusan PTN yang bersangkutan, bukan atas dasar jumlah mahasiswa seperti yang dilaksanakan sekarang ini. Pada tahap awal jumlah alokasi grant sekurang-kurangnya sebesar DIK pada saat PTN tersebut berubah status hukumnya. Propor si proporsi subside Pemerintah terhadap total anggaran rutin (total university revenue) PTN yang bersangkutan secara bertahap akan dikurangi, meskipun nilai nominalnya bisa saja konstan. Sejumlah dana masyarakat/DRK (self-generated revenue) harus disediakan oleh PTN sebagai BHMN sebagai dana pendamping (matching fund) subsidi Pemerintah kapada PTN yang bersangkutan.
Total subside Pemerintah dan dana pendamping dari PTN yang bersangkutan mencerminkan total biaya rutin (total education recurrent cost) penyelenggaraan program S-1 regular pada perguruan tinggi tersebut. Total anggaran ini dihitung berdasarkan form ula tertentu yang disetujui bersama antara Depdiknas, Departemen Keuangan dan PTN yang bersangkutan. Subsidi Pemerintah direncanakan disediakan berdasarkan mekanisme block grant melalui kontrak antara Pemerintah dan PTN yang bersangkutan. (lihat ga mbar 6)

Karena Pemerintah tidak bisa secara langsung mengalokasikan anggaran pembangunan dalam bentuk DIP kepada PTN sebagai BHMN, maka system penyediaannya direncanakan dilakukan melalui mekanisme kompetisi (merit based tired competition) berdasarkan kont rak, dengan kualitas sebagai acuan. Subsidi Pemerintah dalam bentuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan seperti dilukiskan pada gambar 7 di bawah ini.

Pelaksanaan alokasi anggaran pembangunan dan anggaran rutin, terutama untuk anggaran rutin sebagaimana digambarkan di atas, memerlukan Undang-Undang atau Keputusan Presiden yang memungkinkan system alokasi tersebut dapat dijalankan dengan baik. Hal ini ka rena UU Perbendaharaan yang ada sekarang belum mengakomodasikan system alokasi anggaran di atas.
Kemampuan PTN sebagai BHMN dalam menghasilkan dana masyarakat (self-qenerated revenue) dapat mencerminkan komitmennya terhadap keberlanjutan sustainabilim dan rasa memiliki PTN yang bersangkutan. Apapun status hukum suatu PTN, ia pada dasarn ya merupakan institusi nir-laba (a nonprofit organization) karena keuntungan yang diperoleh dari berbagai kegiatan ekonomi harus digunakan untuk mendukung kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, ketimbang memperkaya indivi du yang terlibat kegiatan pencarian dana tersebut.
Upaya PTN sebagai BHMN dalam meningkatkan independensi keuangannya jangan sampai menyeret perguruan tinggi tersebut menjadi badan usaha swasta. Untuk itu harus ada suatu keseimbangan yang wajar antara tanggungjawab sosial dan kebutuhan finansialnya. Indep endensi keuangan dapat dilakukan melalui pemanfaatan yang optimal sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan pendapatan selain dari Pemerintah. Untuk itu dalam upaya meningkatkan perolehan dana masyarakat, PTN hendaknya melakukan koordinasi dan pengawasa n dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini;
1. Dosen dalam memberikan jasa profesionalismenya dilakukan atas nama institusi ketimbang atas nama pribadi;
2. Kegiatan pencarian dana harus secara langsung atau tidak langsung menguntungkan institusi atau perguruan tinggi yang bersangkutan;
3. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pencarian dana yang dilakukan sebaiknya dikembalikan ke perguruan tinggi yang bersangkutan, ketimbang memperkaya individu yang terlibat;
4. Jumlah dosen dan mahasiswa yang dilibatkan dalam pencarian dana tidak mengorbankan misi utama perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
5. Orientasi pasar dalam pencarian dana hendaknya tidak menghilangkan atau bahkan mengurangi komitment PTN yang bersangkutan akan tanggung jawab. sosialnya;
6. Kualitas harus menjadi salah satu criteria yang penting dalam mengkaji kelayakan suatu kegiatan pencarian dana yang akan dilaksanakan; serta Kecuali kegiatan dimaksud sangat strategis, kegiatan yang dilaksanakan harus dapat menghasilkan pendapatan sekuran g-kurangnya setara dengan energi yang diberikan oleh dosen dan mahasiswa, dan biaya operasionalnya.
KESIMPULAN
Perubahan status hukum suatu Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang independen hendaknya tidak berarti menjadikan perguruan tinggi tersebut sebagai badan usaha sebagaimana layaknya sebuah badan usaha swasta atau swastanisasi perguruan tinggi negeri, dan mengabaikan tanggungjawab sosiainya sebagai lembaga nir-laba penyelenggaraan pendidikan tinggi.Untuk mendapatkan subsidi dari Pemerintah, baik anggaran rutin (recurrent budge) maupun anggaran pembangunan (investment budge) yang dialokasikan melalui system blockgrant dan system competitive, PTN sebagai BHMN harus menyediakan sejumlah dana pendamping (matching fund) untuk melengkapi anggaran/subsidi pemerintah; berbeda dengan keadaan sebelum menjadi b adan hukum milik negara.
Status kepegawaian dosen dan tenaga penunjang akademik yang ada pa a perguruan tinggi sebagai badan hukum milik negara, maka mulai sejak berubah status secara bertahap akan dirubah statusnya dari Pegawai Negeri Sipil (tenured track employees) menja di pegawai perguruan tinggi yang bersangkutan (non-tenured track or contract basis employees).
________________________________________
*) Makalah pada Pelatihan Peningkatan Kemampuan Perencanaan Universitas Sumatera Utara, 16-22 Mei 2001
Modifikasi terakhir: 22 Mei 2001


0 komentar: